Sabtu, 12 November 2011

Ketika Taman Orang Berilmu Hadir

"Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang diKehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul kepada siapa yang diKehendaki-Nya. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha Kuasa" (QS. Asy-Syura : 49-50)

Anak adalah anugerah, ia selalu membuat kita tersenyum, dari mulai tangisnya yang membuat seisi dunia bahagia, hingga setiap hadirnya yang meski mungkin semakin besar senyum itu bisa jadi justru tangis. Anak adalah titipan, yang hadir dikarenakan kehendak amanah Sang Maha pemilik, suatu waktu Ia memberi, kemudian hari di saat kita merasa memiliki ia bisa saja diambil kembali. Anak adalah buah hati, hadirnya nya adalah buah dari kisah cinta sepasang manusia yang saling mencintai karena-Nya ...
Tepat 3 bulan pasca curratege, Allah SWT memberikan amanah itu pada kami. Meski sebelumnya Mamah mewanti - wanti agar saya istirahat untuk memiliki momongan, karena pasca kuret menurut bidan di kuningan, harus menunggu hingga setahun kemudian. Tetapi hal ini berlawanan dengan opini dokter kandungan saya, saya boleh merencanakan kehamilan setelah masa nifas selesai. Sebagai seorang wanita yang baru saja menikah keinginan untuk segera hamil memang menjadi keniscayaan, apalagi setelah melewati masa kehilangan. Kontrol pasca kuret pun menjadi begitu berat bagi saya, ketika melihat kanan kiri para ibu menggendong anak mereka, atau para suami yang sedang mengantar istrinya memeriksakan kandungan, sementara saya harus memriksakan kondisi rahim yang telah kosong.

Belum lagi cerita teman - teman yang sebelumnya bersamaan hamilnya ... hal ini menjadi sangat menyakitkan, meski orang tua dan teman - teman yang begitu peduli bersilaturahmi melihat keadaan saya di rumah serta menghibur saya. Apalagi ketika melihat suami, meski dalam diam saya tahu dia pun menunggu, apalagi setiap kali dia mendapat kabar temannya yang baru saja menikah, dalam jangka waktu sebulan langsung dinyatakan positif hamil.

Dalam kurun waktu 3 bulan, setiap kali bulan datang tak tepat waktu, saya coba untuk mendeteksi keberadaan janin, lagi - lagi hanya satu garis merah. Hingga di akhir penghujung Juni, Allah memberikan amanahnya pada kami. Sayangnya si janin begitu rawan, kandungan saya sepertinya lemah, dalam usia 8 minggu, flek muncul, DSOG menyarankan saya untuk bedrest dan mendunda berhubungan dengan suami, karena dikhawatirkan  akan memancing kontraksi dan flek. Dokterpun memberikan penguat kandungan yang dimasukan lewat belakang. Selain itu, karena tidak ingin terulang lagi, saya terus-terusan browsing mengenai pengalaman ibu-ibu yang mengalami hal yang sama, di sana saya menemukan obat bisa mempertahankan kandungan dan menghentikan flek. Subhanallah, atas izin Allah dalam satu hari flek pun berhenti.

Saya tidak melewati masa ngidam yang berarti, mual muntah saya alami, ya mungkin si janin tau bahwa abinya  sedang tugas jauh, di Palembang, sementara saya tinggal bersama Mama di Kuningan. Di kuningan saya tidak menemukan dokter kandungan perempuan, karena pada saat bersamaan dsog perempuan sedang cuti melahirkan, akhirnya saya kontrol dengan dokter kandungan laki-laki di salah satu rumah sakit umum.

Menjelang hari H ...
H-14 menjelang kelahiran, sejak usia kandungan 7 bulan saya mulai rajin senam hamil, sesuai yang dianjurkan dokter, meski sering kontrol kandungan ke dokter, saya juga termasuk yang rajin kontrol ke bidan di desa, karena rencana saya untuk lahir normal, suami pun sedang off dari pekerjaannya, dan sepertinya sengaja untuk menyaksikan proses persalinan putra pertama kami.

Ya ampun, kok bahasanya resmi nian ya boooo....
hahaha, ga pa pa lah ... mumpung masih 'sehat'

H-7 makin deg-degan, karena satu persatu teman - teman yang bersamaan hamil melahirkan, di kampung saya, melahirkan normal adalah suatu yang keharusan sepertinya, sehingga tampaknya melahirkan secara sesar adalah sebab-akibat dari ketidak patuhan si ibu hamil yang melawan pantangan, sesar adalah musibah.

H-1 Suami mulai bertanya-tanya. kapan anak kita lahir, saya sendiri berusaha optimis,akan bisa lahir normal, mengingat posisi janin yang bagus, berada di bawah dan sudah masuk pinggul.

H+1 hingga H+10, saya sendiri mulai khawatir, selain khawatir karena harus melahirkan sendiri, suami harus kembali ke tengah hutan, teman saya yang juga melewati hari H-nya bisa melahirkan normal, mamah pun mulai bertanya-tanya, bahkan tetangga, saya?saya diam, tapi berusaha untuk menutupi kecemasan, jalan pagi saya rubah jadi lari pagi, bahkan mengepel lantai pun jadi begitu sering, demi memancing jalan keluar di calon baby. Rasa-rasanya sih sudah ada mules, tapi mules lemes karena terlalu cape keliling rumah ...

Kebetulan dokter saya ini sangat sibuk, jika ada jadwal operasi, dia selalu off praktek, dan di saat- saat masa genting beliau susah sekali dihubungi justru di H+10 itu beliau baru bisa dihubungi, dan  sungguh bagai petir di siang hari (lebaaay), beliau menyarankan Operasi Sesar, dengan alasan belum adanya pembukaan dan kemungkinan gagal dalam persalinan normal, tidak hanya saya yang kaget bahkan Mama.

 H+10 malam hari, saya seperti orang linglung, tidak bisa tidur, dan ingin menangis, antara ketakutan dogma masyarakat tentang operasi sesar dan takut mati, jujur rasanya pengetahuan agama saya dan kesiapan mental dengan banyak membaca buku kehamilan, justru seperti pudar, saya takut, takut mati, takut kehilangan nyawa di meja operasi, jujur saya tak pernah datang ke rumah sakit kecuali saat kontrol selama hamil ini.

Mama saya pun mulai bertanya tentang kesiapan mental dan biaya, dan kemungkinan siapa yang akan mengadzankan anak kami seandainya harus lahir sesar tanpa kehadiran abinya, saya tau Mamah khawatir sekali, meski menyuruh saya banyak berdoa siapa tau keinginan untuk segera lahir normal datang besok pagi.Saat beberapa tetangga tau, yang terjadi? mereka menyalahkan saya dan mamah karena memilih kontrol ke dokter, bukannya ke bidan saja, ketika konsultasi ke bidan pun saya disalahkan, beliau bilang kalau dokter memang selalu pro sesar. Ya Allah mengapa tidak ada yang membuat saya nyaman dan tenang, selain hanya Berdo'a pada Allah dalam sujud panjang saya di malam itu.

Malam terpanjang dalam hidup saya,
Saya tidak mau membuang waktu, itu yang dalam pikiran saya, saya harus mengambil keputusan, anak saya harus lahir dengan kondisi postterm, lewat waktu, waktunya tinggal seminggu lagi dan itu tepat 42 minggu. Saya sudah keburu kecewa pada dsog saya karena tidak memberikan pilihan induksi, dan mengusahakan normal terlebih dahulu. Saya pun konsultasi pada bibi-tante saya, yang seorang dokter, tentang kemungkinan saya bisa melahirkan normal, ternyata beliau pun dulu melahirkan normal lewat induksi, saya pun berusaha mencari opsi melahirkan di cirebon, yang memungkinkan bisa induksi terlebih dahulu, tapi sebelum itu saya harus konsultasi pada dokternya, ternyata hari sabtu minggu di rumah sakit tersebut libur, akhirnya atas rekomendasi Bibi saya memutuskan untuk merencanakan kelahiran lewat induksi di sebuah RSIA di Bandung.

Setelah sebelumnya saya membaca pengalaman para bumil yang berhasil lewat induksi pada dokter tersebut, segera tanpa pikir panjang pagi harinya saya memesan mobil carter atas bantuan Andhin teman SMA saya (Terima kasih dhin) dan mengajak mamah bersiap2 ke Bandung, itu adalah keputusan tercepat dalam masa genting, para tetangga seperti menyayangkan kepergian saya, mereka malah menakut-nakuti saya akan operasi sesar. Hey!!!! saya justru sedang berikhtiar ingin normal ibu-ibu!!, seorang Paraji,  yang suka membantu memijit saya selama kehamilan pun akhirnya ikut juga, kebetulan beliau masih saudara. Dan saya seperti seorang wonderwoman (beneran!!), karena nasib dua ibu setengah baya pun bergantung pada keberanian saya. Sementara di sisi hati terdalam lainnya saya pun khawatir dalam perjalan yang 4 jam itu, Kuningan - Bandung, dalam kondisi hamil 41 minggu, saya khawatir melahirkan di tengah perjalanan. Suami yang harus mendadak saya undang berangkat dari Palembang ke Bandung pun menyarankan mencari bidan terdekat di tengah perjalanan jika ada tanda-tanda ingin melahirkan.

Berita kelahiran, satu persatu, tidak lagi ingin saya dengar, saya tidak ingin putus asa dan menyurutkan langkah saya untuk melahirkan normal, dengan penuh kesabaran dan do'a.

Sesampai di Bandung, Kakek dan Nenek, langsung menyambut kami dengan banyak pertanyaan, saya tidak tau ada langkah dan rencana apa di kemudian hari, sehingga putra kami tercinta ini ingin sekali lahir di tempat Umminya menuntut ilmu dan dididik penuh cinta oleh Kakek-Nenek Uyut nya.

Mamang saya (Suami Bibi yang dokter) yang juga seorang dokter serta kakek ikut mengantar kontrol pertama saya pada dokter H, yang ternyata teman kuliah S3 Bibi dan yang juga membantu persalinan anak-anaknya.

Saya ceritakan dan keluhan saya tentang niat saya untuk melahirkan normal lewat induksi karena di kota saya disarankan untuk operasi sesar:

Dokter : Ah ini masih bisa normal kok ayo kita periksa
Saya : Alhamdulillah dok ...
Dokter: Coba kita periksa (sambil mendekatkan alat usg), ini sama dokternya dikasih vitamin Q ga
Saya: (Yang merasa semangat minum semua vitamin dari dsog), minum dok, Nutrimama!
Dokter: Bukan, maksudnya Alqur'an, sudah khatam belum?
Saya: Jlebbbb!!!
Dokter:Ini suaminya kemana?
Mamah: Sedang tugas di luar pulau dok, tapi sekarang sedang dalam perjalanan menuju RS
Dokter : Pantesan, jarang ditengok kayanya nih
Kami: Tersenyum setengah ketawa (membenarkan)


Hari itu juga saya di CTG, di ruang CTG mas ternyata sudah menunggu, Alhamdulillah
dan menurut dokter kondisi bayi dalam keadaan baik. Dokter menyuruh saya dan suami bersabar dan berdo'a, serta mengkhatamkan alqur'an, hal yang luar biasa adalah kami diberi VCD Murrotal. Serta resep untuk sesering mungkin induksi alami. (hahaha %&%&*&$$&)

Di rumah Nenek-Kakek, Bibi ikut membantu saya dengan semacam metode akupunktur untuk memancing bukaan, sekaligus setiap waktu mengontrol bukaan. Induksi alami? Rasa nya seperti sudah mual (wkwkwk), ini jadi serasa menyakitkan, rasanya seperti selalu ada kontraksi setelahnya, tapi tiap diperiksa tidak juga da bukaan.

Setiap pagi, mas selalu menemai jalan pagi, yang sudah menjadi 'lari pagi',hahahaha, bahkan loncat-loncat, dari mulai jalan perumahan rajawali, sampai lapangan Sabuga pun dilewati ...

H+14 berita kelahiran lagi, lewat fb, saya berusaha menyembunyikan, karena khawatir mas mulai patah semangat bersabar untuk lahir normal, karena selama rentang waktu menunggu itu menyulut emosi sekali, kadang saya yang meminta menyudahi dan langsung operasi saja, dan mas berusaha menyemangati, kadang sebaliknya justru mas yang tampak mengajak saya operasi saja.

H+15 Pagi hari di kamar mandi saya menemukan bercak lendir darah, ini pertanda sudah adanya bukaan dan siap melahirkan, dan setelah diperiksa ternyata sudah bukaan satu longgar, seperti saran dokter H, kami langsung meluncur ke RS melakukan Induksi. Setelah sebelumnya menyelesaikan masalah adminstrasi dan CTG.

Pukul 13.00 Masuk ke ruang OK, dan perawat langsung memasukan sesuatu ke area belakang, yang menyebabkan saya ingin memuntahkan isi perut (ke belakang), setelah itu makan siang, meski menu saat itu enak tampaknya, tapi tidak semua makanan masuk, saya seperti kehilangan selera makan, suster langsung memasukan induksi balon, rasa mulasnya belum seberapa

Pukul 17.00 pembukaan 4, suster mulai bertanya-tanya mengapa bukaan masih di bukaan 4, harusnya sudah banyak

Pukul 18.00 merambat ke bukaan 5 longgar, dan suster mulai memasang induksi infus, kontraksi mulai terasa sakit sekali, apalagi suster memecahkan cairan ketuban, wow, rasanya, subhanallah....

Pukul 20.00, visit dokter, dan lagi-lagi dokter bertanya-tanya kenapa lama ya, saya sendiri mulai merasa tidak ada jeda nafas, mamah dan mas menyemangati dengan menyuruh saya terus memperbanyak dzikir, dibukaan 7 ke 8 yang entah mengapa terus maju mundur karena tanpa saya sadari karena tak kuat menahan sakit saya mengejan sehingga bukaan kembali mundur, saya seperti tak bisa mengendalikan diri, terus-terusan memuntahkan isi perut, seperti tidak ada tenaga lagi, dan rasanya sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit sekali.

Tengah malam, suara bayi terus bersahutan, ranjang di pinggir saya, bayinya akan lahir, ya Rabb saya mulai patah arang, saya tutup telinga saya dengan radio, agar tak menggentarkan diri... sambil bertanya-tanya dalam hati, kapan giliran saya ... pelan-pelan saya mulai meneteskan air mata kesedihan.

jam 4 pagi ..mentari semakin memunculkan sinarnya ...
Saya sudah kehabisan tenaga dan nafas, suami mulai khawatir, sementara dokter belum juga visit. Saya sendiri terus-terusan meminta suster memeriksa bukaan, rasanya periksa bukaan sudah tidak terasa sakit lagi dibandingkan rasa kontraksi.

Jam 6 Pagi, sarapan sudah tidak masuk lagi, saya semakin tidak kuat dengan kontraksi yang semakin hebat, bukaan 9 ... Dokter mulai khawatir

Dokter: Sri, kok ga maju-maju ya?
Saya: Gimana dok?
Dokter:Satu jam lagi saya harus rapat, kalo ga keluar-keluar juga kita sesar saja ya?
Saya:(masih berusaha ingin normal tapi pasrah dengan rasa sakit)

Semuanya bingung termasuk suami yang ternyata sudah disodori form operasi, suami yang tidak tega melihat saya tidak kuat menahan sakit, mulai menanda tangani form, sambil melihat kearah saya. Sementara para bidan yang menangani saya terus berdikskusi.

Bidan 1: Bisa nih
Bidan 2: Kayanya kelilit,tapi bisa kok
Bidan 3: Gunting aja, paling sedikit

Para bidan mulai menyuruh saya mengejan. Saya yang sudah tidak ada tenaga karena tidak masuk makanan dan terus muntah mencoba mengejan. Ilmu pernafasan dari kelas prenatal sepertinya terbang begitu saja, bidan yang lain mendorong dari perut saya.  Sementara para petugas anastaesi sudan\h bersiap mengangkut saya, dan bingung, apakah saya jadi dioperasi atau tidak. Akhirnya saya menyerah ...

Di ruang operasi ...
Petugas anastesi beraksi,

Saya: Dok, rasa kontraksinya bis ahilang kan (mulai menyerah sama sakit kontraksi, anehnya setelah selang infus induksi dicopot rasa kontraksinya tidak begitu hebat)

Dokter: Iya dong, kita tunggu yah 10-15 menit
Dokter: Kenapa ya kok susah lahirnya,
Dokter terus banyak mengajak saya ngobrol, dari mulai kondisi di dalam ruangan sampai gosip tentang Bibi saya yang dibuat-buat bercandaan, dan saya mulai tertidur. Saya benar-benar lelah dan tidak bisa tidur semalaman

Hingga, suara itu menggema, suara tangis yang membuat air mata haru dan senyum terindah bagi saya, untuk pertama kalinya saya cium putra pertama kami.

Si bayi ternyata terlilit ari-ari di kedua pundaknya, layaknya orang yang memanggul tas punggung, inilah yang menyebabkan bayi tidak juga turun saat mengejan. Yang saya sesali selama kontrol di Bandung usg hanya menggunakan doppler, bukan usg layar, kemungkinan lilitan terjadi pada minggu-minggu terakhir. Karena mungkin jika dari awal memang ada lilitan saya akan langsung memutuskan Sectio Caesar. Inilah rencana Allah, ingin melihat seberapa besar usaha kami menyambut putra tercinta.

Dokter: (masih juga menceracau) Pantesan ini mah calon pendaki gunung, kelilit ari-arinya nih ...


Sekitar Pukul  08. 40 WIB, Pada Hari Jum'at yang indah, 16 April 2010, Tepat di usia kehamilan 42 minggu.


Putra kami yang kami beri nama RAYHAN AVICENNA ALFATIH MUSLIMIN lahir ke dunia

Rayhan: Taman yang harum
Avicenna: Diambil dari nama Ilmuwan muslim Ibnu Sina, berharap rayhan pun secerdas beliau dalam memanfaatkan ilmunya bagi dunia dan islam
Alfatih : Panglima Perkasa Muhammad Alfatih yang meruntuhkan constantinopel menguasai 5 bahasa dan 5 bidang ilmu
Muslimin: Seorang Muslim dan diambil sebagai marga dari nama belakang abinya

Berharap nanti putra kami menjadi seorang cerdas yang harum namanya di dunia dan akhirat, orang yang berilmu dan memanfaatkan ilmunya bagi kebaikan umat di dunia dan bahagia di akhirat kelak.


Allahu Akbar ...
Menyejarahlah engkau nak, seperti namamu.


(Allah Maha Besar, 6 bulan setelah Rayhan lahir dan kami kembali berkumpul di Depok, Nenek Uyut di Bandung meninggal dunia. Allah, Engkau ingin mendekatkan ikatan darah itu, mengenalkan uyut pada buyutnya, Allahummagfirlahum warhamhum wa 'afihi wa' fuanhum)

2 komentar:

  1. Rayhan shalih, kelak jika sudah dewasa dan kamu membaca tulisan ummi ini.. ingatlah, Nak.. betapa ummi dan abi telah berpeluh daya memperjuangkan segala yg terbaik untukmu..
    sayangilah mereka.. dan jgn sdikitpun kamu buat mereka berpikir meski untuk sebuah pemakluman bahwa engkau telah jauh dan siap meninggalkan mereka untuk menjadi org dewasa.. dekatlah selalu di hati dan di wajah mereka nak.. hadirkanlah selalu wajahmu untuk senyum mereka.. sebagaimana mereka selalu ingin melukis senyum di wajahmu sejak engkau dilahirkan dengan sukacita :)

    BalasHapus
  2. Amiin ya Robbal Alamin. Terima kasih Ami. *kecup basah dari rayhan muach

    BalasHapus