Rabu, 02 November 2011

Sejuta Arif

Judul di atas saya adaptasi dari sebuah lagu EdCoustic, yang berisi tentang kisah perjuangan jundi – jundi kecil yang harus tergilas kondisi dengan hidup di jalanan, demi sesuap nasi ataupun demi masa depan mereka yang kian tak pasti …




Sejuta Arif[Edcoustic]


Kata-katamu tak sempat lama kan lampu merah
Cepat kau menepi menghitung kepingan rupiah
Arif tak peduli walau panas hujan menerpa
Untuk sebuah kehidupan


Anak kecil berlarian dibelantara kota
Bernyanyi dengan alat musik sangat sederhana
Arif tak peduli masa kecilnya tlah terampas
Bahkan cita-citamu hampa


Reff :
Sepuluh seratus bahkan seribu
Seratus ribu bahkan sejuta Arif menunggumu
Uluran tanganmu
Demi generasi jauh disana


Pernahkah kau pikir andai kau Arif sebenarnya
Berjuang menepis keangkuhan manusia kota
Arif tak peduli hatinya terbentur prahara
Bahkan cita-citamu hampa


Setiap kali bertemu mereka tak jarang saya hanya bisa tergugu pilu, dan terdiam tanpa gerak …


Bukan hanya mereka yang berjuang keras di jalanan, kian hari sejak penghujung tahun 2004 saya melihat kota Bandung ini semakin semrawut dengan para pengamen dan pengemis. Dalam perjalanan dari rumah sampe kampus saya bisa enam sampe delapan kali dihibur dan tidak jarang Cuma sekedar menadah tangan demi mendapatkan satu uang logam tersisa di saku tas, atau sela – sela dompet bekas kembalian ongkos sehari yang lalu …


Tidak jarang yang beruntung itu mendapatkan logam yang mereka cari, dengan sedikit yang merunduk lemas kala tak satu pun di dalam mobil mengisi gelas aqua plastic dan uluran tangan mereka …


Strategi baru juga rupanya untuk satu tahun belakangan, bahwa para jundi jalanan ini meminta recehan dengan memberikan amplop berisi tulisan “Assalamualaykum wr wb, Punten Nyungkeun bantosan saikhlasna kanggo biaya sakola sareng kanggo emam …” tentu saja dengan tulisan khas gaya mereka sendiri, dan tidak jarang yang ditulis ketikan atau potokopian. Sebenarnya ini salah satu strategi juga, agar para penumpang yang diberi amplop akan merasa gengsi kalo Cuma ngasih uang cepe. Meski kalo menurut analisa manajemen saya, hal itu tidak efektif, sering kali pengen nasehatin, mending pake gelas aja ketimbang pake amlplop, Karena orang dengan mudah menolak saat si adik menjulurkan amplop pada penumpang, selain itu sedikit repot kalo pake amplop, ga efisien waktu … pertama harus membagikan sejumlah amplop ke para penumpang di mobil, lalu nyanyi, setelah itu ngambilin amplop satu-satu, butuh waktu 3 kali lebih lama jika dibandingkan dengan cara konvensional, meski recehan kalo semuanya di mobil ngasih persetiap satu orang cepe, si ade bakal dapat untung banyak. Huuu ada ya strategi kaya gini? Yah mau gimana lagi saya tau pasti strategi amplop juga dikasih oleh para bos mereka ….


Dan strategi amplop ini sangat gencar sekali terlihat di perempatan Halteu Ciroyom, belakang ini sebagian besar pengamen kecil lebih banyak juga yang pake strategi ngasih amplop, dengan bacaan yang sama, padahal harga satu amplop bisa mencapai lima puluh rupiah sampe seratus, khan tambah boros juga ya …. Pernah suatu kali saya sengaja melakukan survey kecil2an memperhatikan anak2 ini selama satu minggu, kenyataannya mereka tidak pernah sekolah, seperti yang dituliskan di amplop untuk biaya sekolah, pagi sampe sore mereka tetap di jalanan …


Sayang seribu sayang, sejak adanya Kuliah Kerja Nyata Anak Jalanan, dan mendapatkan informasi dari sekian besar studi lapangan dalam membina anak jalanan,sebagian besar dari mereka tidak bekerja atas kemauan sendiri, banyak di antaranya yang dipaksa kedua orang tua untuk turun kejalanan dan memang dimiliki para bos – bos liar yang mengawasi mereka dari kejauhan. Tidak sedikit kemudian hasil megamen tersebut dijadikan aksi mabok lem atau biasa disebut ngelem. Untuk anak jalanan tipe seperti ini dapat dilihat dari satu area kaos di bawah leher mereka yang terlihat kotor sekali, itu tanda bahwa mereka sering ngelem, yang lebih mengerikan adalah jika setiap kali mereka berpindah pangkalan maka tida sedikit yang kemudian mengalami tindak pelecehan seksual dan sodomi oleh para senior di daerah tempat mereka mangkal, berdasarkan penelitian sekitar kurang lebih enam puluh persen para gadis kecil dari usia SD sampai remaja yang berstatus anak jalanan terindikasi sudah pernah melakukan hubungan seks. Naudzubillah …


Untuk beberapa titik lokasi di bandung, memang ada banyak anak jalanan terorganisir, kasian sekali mereka kerja dari pagi sampe malam, yang menikmati semua hasilnya malah para Bos, untuk kasus ngelem sendiri pernah diteliti secara langsung oleh mahasiswa UPI dan menjadi juara karya tulis ilmiah tingkat nasional [saya lupa lagi istilahnya apa untuk ‘ngelem’ ini], Cuma ya itu, dengan uang hanya seribu rupiah mereka bisa merasakan nikmatnya mabuk menghirup bau lem kayu atau besi seperti layaknya orang yang menghirup sabhu dan makan ekstasi, Cuma mungkin waktu mabuknya lebih pendek ketimbang mabuk dengan psikotropika pada umumnya …


Sebenarnya banyak sekali LSM – LSM yang peduli, seperti Rumah Singgah Harri Roesli, dan lain sebagainya yang memberikan berbagai pembinaan dari mulai pendidikan sampai dengan keterampilan, namun hambatan tidak jarang muncul terutama untuk beberapa daerah yang memang lingkungannya diisi oleh para keluarga yang mempekerjakan anak – anak mereka sebagi pengamen jalanan. Para orang tua kadang merasa khawatir jika anak mereka terlalu lama belajar, mereka beranggapan lebih baik di jalanan dengan mendapatkan uang dua puluh ribu rupiah perhari ketimbang anak – anak mereka belajar baca tulis … dan wajah – wajah semangat itu pun meredup, kehilangan cahaya namun kembali ceria kala sang kakak berjanji esok akan kembali mengajar mereka …


Ini cerita yang saya dengar dari teman – teman yang melakukan Kuliah Kerja Nyata AnJal di seluruh penjuru lokasi mangkal anak – anak jalanan di Bandung, tidak jarang mereka harus menghabiskan perharinya lima puluh ribu rupiah demi membuat para jundi ini mau belajar menulis dan membaca saja … Subahanallah …


Dan kala di akhir acara KKN, subhanallah mereka terlihat begitu rapih dan bersih[lebih rapih dari sebelumnyalah], dengan memberikan hasil karya mereka seperti yang telah diajarkan kakak2 pembimbingnya …ada yang melukis, membuat kerajinan, bahkan menampilkan atraksi musik …


Namun mungkin program ini belum sampai menggaet Hilman …
Salah satu jundi kecil yang juga bernasib sama dengan mereka, hanya saja Hilman sedikit lebih elit, dia ngamen di kampus bukan di jalanan atau di angkot… Hilman, ya satu – satunya pengamen di dunia ini yang saya ajak kenalan mungkin ... Lagu yang dibawakannya pun ga selalu lagu ’sepohon kayu’  seperti yang dinyanyikan kebanyakan anak jalanan,tapi lagu2 band tanah air , meski dia hapal Cuma reffnya saja ...
Tiga tahun yang lalu, saya mengenal Hilman, saat berkenalan di depan kelas ruang kuliah saya. Meski sekarang UPI lebih rapi, namun masih saja banyak pengemis dan pengamen yang bebas. Salah satunya Hilman yang bisa keluar masuk kelas dan ruang kuliah saya, bukan hanya di Ruang C, tapi saat saya di Gymnasium, di FPOK, Ex Satpam, UPInet, Pentagon, Garnadi bahkan di Gerlong saya selalu ketemu Hilman. Pernah dalam satu hari, Hilman masuk 3 ruang kuliah yang saya masuki ...dan saya malah teriak ’eh budak ieu deui!’ lalu dia senyum – senyum kecil karena itu untuk ketiga kalinya pula ia menyanyikan lagu yang sama.
Saking seringnya ketemu itu akhirnya saya kenalan. Hilman, nama yang bagus. Mengingatkan saya pada kakak kelas saya di SMA yang sekarang sudah menjadi Vokalis Justice Voice, sayangnya Hilman tidak bernasib bagus seperti Fely Hilman JV. 3 tahun lalu saat bertemu Hilman, usianya sekitar 8 tahun, dia masih kelas 3 SD, begitu saat kenalan. Dan saat saya tanya masih sekolah atau tidak, hilman jawab masih sekolah, waktu itu Hilman salah satu adik asuh Tutorial UPI sepertinya dari penuturan dia yang katanya dapat juga bantuan dari kakak PAA. Namun satu setengah tahun kemudian saat saya tanya kembali Hilman bilang dia sudah tidak sekolah. Hilman selalu rajin mengunjungi kelas saya, tepat nya kebetulan, karena daerah operasinya ya daerah UPI.
Ga jarang saya suka jailin dia, kalo sudah  ada yang ngasihin uang, kadang dia suka kabur dan meninggalkan syair yang menggantung ga selesai. Makanya beberapa kali saya nahan dia sambil bilang ’Eh jangan pergi dulu, selesaikan dulu lagunya, De’, dan dia pun tersenyum dengan aga sedikit kesal mungkin karena ditahan. Saya jadi terhibur dengan wajah polosnya Hilman yang tampak gemas karena saya tahan, dan disuruh nyanyi satau lagu sampe selesai. Dan Tiga minggu yang lalu Hilman kembali datang menemui saya [kebetulan aja], tepat setelah saya keluar dari ruang pembantaian proposal skripsi dengan wajah lesu, Hilman menyanyi dengan gaya khasnya plus kecrekan yang ga pernah jelas nadanya, kali itu saya minta dia nyanyi secara khusus untuk saya dengan lagu pilihan dia, lagu Samsons ’Bukan Aku’, dan sampe selesai syairnya, meski kemudian ga tega juga ... , anak2 sampe geleng2 liat saya. Tapi Hilman memang selalu seperti itu, dengan senyum sederhananya. Rasanya terlalu sederhana jika apa yang Hilman lakukan saya nilai dengan uang yang tidak seberapa. Saya hanya bisa berdo’a semoga ada orang baik yang mau peduli dengan Hilman ... dan semoga bulan ini saya bertemu Hilman kembali yang akan menyanyikan sebuah lagu bahagia setelah saya keluar dari ruang pembantaian, kali ini dengan wajah tersenyum bahagia tentunya ...
Lain lagi Saat bulan puasa tahun lalu, saat saya memberikan snack dan air mineral gelas sisa buka puasa kepada seorang pengamen yang membawa adiknya untuk mengamen di atas mobil ... Sungguh mengharukan si kakak usia 6 tahunan itu memberikan air mineral itu pada adiknya yang berusia 3 tahun, dan si adik tampak begitu bersemangat meminumnya,  si kakak tampak tersenyum meski wajah lelah dan hauspun tampak menggelayut di wajahnya ...
Lalu saat setengah tahun lalu, jam sepuluh malam di samping Rumah Sakit Al Islam, saat meninggalkan nenek yang sedang dirawat untuk makan malam, saya yang sedang menikmati malam hari sendiri. Di temui dua orang anak kecil dengan membawa tanggungan berisi cireng. Lucunya saat mereka datang saya sedang merenungi nasib seorang jomblo yang belum makan dari siang karena di rumah sakit belum sempet keluar kamar nenek, dan keluar di tengah malam seorang diri, sementara pengunjung di kedai Soto Betawi saat itu, akhwat hanya saya. Lalu saat saya tanya asal mereka dari mana. Mereka bilang dari Soreang. Padahal jarak Bandung [kota] ke Soreang [Wilayah Kabupaten] kurang lebih satu jam setengah, itu pun apa masih ada kendaraan yang mau ngangkut mereka tengah malam begini? ... Mau tinggal di mana mereka malam – malam begini? Saya pun bertanya ’Harganya berapa’ dan salah satu dari mereka menjawab ’Sarebu Teh’, dengan logat sunda daerah yang khas ... saya bingung mereka bukan sedang mengemis, mereka sedang menawarkan produk ...lalu saya menawarkan sesuatu yang membuat mereka berpikir ’ummm ... teteh ga butuh cireng de, gimana kalo teteh kasih aja 2000, cirengnya biar teteh balikin lagi aja ya, anggap aja teteh beli’ mereka tampak bingung ...’abdimah henteu nuju ngemis teh, henteu kenging upami henteu digentos ku cireng mah’, meski mereka tampak masih bingung akhirnya bisa juga saya rayu. Soto betawi yang saat itu bisa berharap menahan lapar saya sejak siang di rumah sakit, kini jadi terasa hambar ...
Mereka menerima uang yang tak seberapa itu dengan wajah bahagia, dibagi dua seribu untuknya seribu lagi untuk temannya ... Saat saya tanya mau tinggal di mana malam2 begini, mereka bilang ’Bade ngawe’ngi di emperan toko teh’, dan saya Cuma bisa terenyuh ... berharap Agar Bulan dan Bintang menerangi tidur mereka dan langit menyelimuti serta melindungi mereka dari ketidakramahan kota Bandung di malam hari ....
Hilman ...dan Arif- arif  kecil lainnya
Seperti yang EdCoustic bilang ...
Mereka tak pernah peduli, meski masa kecilnya kan  terampas …
Namun mereka berjuang bukan Cuma untuk mereka sendiri
Tapi juga untuk adik dan mungkin orang tua yang juga berharap kehidupan dari recehan di saku celana mereka ...
Andai peduli ini tak sekedar rasa dan do’a
Mungkin saya bisa melihat senyum mereka lebih nyata ...

Diposting ulang dari blog saya yang lain ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar